Asallamu'alikum .wr. wb
Kelanjutan
Dari Kisah Nabi Muhammad SAW (Bagian.3)
Demikian
juga Nabi Yusuf, beliau berdoa kepada Allah SWT dan meminta kepadanya agar
mematikannya sebagai orang Muslim dan memasukannya dalam kelompok orang-orang
yang saleh. Allah SWT berfirman dan bercerita tentang Yusuf dalam surah Yusuf:
"Ya
Tuhanku, sesungguhnya Engkau telah menganugerahkan kepadaku sebagaian kerajaan
dan telah mengajarkan kepadaku sebagian ta'bir mimpi. (Ya Tuhan) Pencipta
langit dan bumi, Engkaulah Pelindungku di dunia dan di akhirat, wafatkanlah aku
dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh."
(QS.Yusuf: 101)
Sementara
itu dalam surah al-Maidah, Allah SWT mewahyukan kepada kaum Hawariyin agar
mereka beriman kepadanya dan kepada rasul-Nya lalu mereka berkata:
"Kami
telah beriman dan saksikanlah (wahai rasul) bahwa Sesungguhnya kami adalah
orang-orang yang patuh (kepada seruanmu)." (QS. al-Maidah: 111)
Jadi,
Nabi Nuh, Nabi Ibrahim, Nabi Ismail, Nabi Yakub, Nabi Musa Harun, Nabi
Sulaiman, Nabi Yusuf, Nabi Isa adalah nabi-nabi yang Muslim sesuai dengan nas
ayat-ayat tersebut. Maka seluruh nabi adalah orang-orang Muslim, lalu bagaimana
Nabi Muhammad saw sebagai Nabi yang terakhir dikatakan sebagai orang Muslim
yang pertama?
Allah
SWT berfirman dalam surah al-An'am yang ditujukan kepada Nabi yang terakhir:
"Katakanlah:
'Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)
Maka,
bagaimana beliau menjadi orang Muslim yang pertama, padahal penamaan umat
beliau dengan sebutan al-Muslimin adalah penamaan yang sebenarnya sudah dahulu
dikenal di kalangan nabi-nabi yang terdahulu dan kedatangannya ke alam wujud
dan penamaan agamanya dengan sebutan al-Islam sebenarnya berhutang kepada
kakeknya yang jauh, yaitu Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman dalam surah
al-Hajj:
"Dan
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.
(Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu sekalian
orang-orang Muslim dari dahulu. " (QS. al-Hajj: 78)
Tidak
ada pertentangan dalam pendahuluan para nabi dengan sebutan al-Muslimin
daripada Rasulullah saw dan kedudukan beliau sebagai orang Muslim yang pertama.
Tentu kata al-Awwal (yang pertama) di sini tidak dipahami dari sisi waktu atau
masa kemunculan, tetapi yang dimaksud dengan orang Muslim di sini adalah
akmalul muslimin (orang yang paling sempurna di antara orang-orang Muslim).
Suatu kali Aisyah pernah ditanya tentang akhlaknya Rasulullah saw lalu dia
menjawab dengan kalimatnya yang singkat: "Akhlak beliau adalah
Al-Qur'an."
Kita
mengetahui bahwa Al-Qur'an al-Karim menetapkan akhlak yang mulia meskipun dalam
batasannya yang sederhana dan rendah, dan menyebutkan keutamaan akhlak dalam
tingkatannya yang tinggi. Oleh karena itu, akhlak seperti apa yang dimiliki
oleh Rasulullah saw: apakah beliau memiliki akhlak yang sifatnya tengah-tengah,
atau apakah beliau mendahului dalam kebaikan, atau apakah beliau termasuk
ashabul yamin (orang-orang yang berasal di sebelah kanan), atau apakah beliau
termasuk al-Muqarrabin (orang-orang yang dekat dengan Allah SWT)?
Rasulullah
saw tidak hanya memiliki semua karakter tersebut dan atribut tersebut, bahkan
kedudukan beliau lebih dari itu semua. Beliau berada di puncak dari segala puncak
keutamaan akhlak, sehingga beliau berhak untuk mendapatkan sebutan dari Allah
SWT:
"Dan
sungguh pada dirimu terdapat budi pekerti yang agung. " (QS. al-Qalam: 4)
Para
Mufasir berbeda pendapat tentang makna dari al-Huluqul 'adzim (budi pekerti
yang agung). Sebagian mereka mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Al-Qur'an.
Sebagian yang lain mengatakan itu adalah Islam. Ada juga yang mengatakan bahwa
beliau tidak memiliki sesuatu kecuali keinginan untuk menuju jalan Allah SWT.
Dalam
Al-Qur'an al-Karim terdapat penjelasan tentang derajat beliau yang tinggi dalam
dua ayat yang mulia. Ayat yang pertama adalah firman-Nya:
"Katakanlah:
'Sesungguhnya Shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah,
Tuhan semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri
(kepada Allah).'" (QS. al-An'am: 162-163)
Beliau
adalah orang yang paling utama di antara manusia semuanya; beliau memiliki
keutamaan yang melebihi semua manusia; beliau memiliki rahmat dan kemuliaan
yang tidak dapat ditandingi oleh seseorang pun. Meskipun beliau datang sebagai
Nabi yang terakhir namun justru karena posisi beliau sebagai Nabi yang
terakhir, maka beliau menjadi bata yang terakhir dalam pembangunan rumah
kenabian yang tinggi, sehingga bata yang terakhir itu harus menjadi puncak
pembangunan manusia. Sedangkan ayat yang kedua adalah firman-Nya:
"Dan
Kami tidak mengutusmu kecuali sebagai rahmat bagi alam semesta." (QS.
al-Anbiya': 107)
Beliau
bukan hanya menjadi rahmat bagi orang-orang Arab saja; beliau bukan hanya
menjadi rahmat bagi orang-orang Quraisy dan beliau bukan menjadi rahmat bagi
zamannya saja, begitu juga beliau tidak menjadi rahmat bagi jazirah Arab saja,
tetapi beliau menjadi rahmat bagi alam semesta; beliau senantiasa menjadi
rahmat bagi alam semesta: dimulai dari diturunkannya wahyu kepadanya dengan
kalimat iqra hingga Allah SWT mewariskan bumi dan apa saja yang ada di dalamnya
kepada orang-orang yang berhak mewarisinya sampai hari kiamat. Alhasil, beliau
adalah rahmat yang dihadiahkan kepada manusia; beliau adalah rahmat yang tidak
menonjolkan mukjizat yang mengagumkan, tetapi beliau adalah rahmat yang memulai
dakwah dengan mengutamakan fungsi akal atau pembacaan dua kitab: pertama,
pembacaan kitab alam atau Al-Qur'an yang diciptakan atau kalimat-kalimat Allah
SWT yang terdiri dari jutaan bentuk dan kedua pembacaan Al-Qur'an yang
diturunkan melalui malaikat Jibril di mana ia merupakan kalamullah yang abadi.
Dan kitab alam dibaca dengan ribuan cara: dibaca melalui penelusuran dunia:
"Katakanlah:
'Berjalanlah kamu di mnka bumi dan amat-amatilah.'" (QS. an-Naml: 69)
Atau
dibaca melalui usaha menyingkap misteri dan penggunaan akal:
"Kami
akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap
penjuru dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa
Al-Qur'an itu adalah benar. " (QS. Fushilat: 53)
Atau
dibaca melalui ilmu dan pengamatan:
"Atau
siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang telah
menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung
untuk (mengokohkan)nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut 1 Apakah di
samping Allah ada tuhan (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka
tidak mengetahui." (QS. an-Naml: 61)
Jika
di sana terdapat ribuan jalan atau cara untuk membaca kalimat-kalimat Allah SWT
dan kitab alam, maka di sana terdapat satu jalan untuk membaca kalamullah yang
abadi, yaitu hendaklah Al-Qur'an dibaca dengan mata hati dan kecermelangan
basirah, sehingga Al-Qur'an menjadi bagian akhlak dari yang membaca sesuai
dengan kemampuannya.
Sebelum
turunnya Al-Qur'an, dunia diliputi dengan kekurangan, baik secara materi,
ruhani, undang-undang maupun dari dimensi kehidupan yang biasa melekat pada
manusia saat itu. Dan sebelum diutusnya Rasul saw yang beliau adalah manusia
yang sempurna dan paling utama, alam belum mencapai puncak dari penyerahan diri
kepada Allah SWT atau puncak dari keutamaan akhlak. Ketika Rasulullah saw
diutus, maka manusia mengalami kesempurnaan dan mampu mencapai tingkat
kesempurnaannya. Dengan Kitab yang mulia ini dan Nabi yang pengasih, Allah SWT
yang menyempurnakan agama bagi manusia dan menyempurnakan nikmat-Nya atas
mereka, sebagaimana firman-Nya:
"Pada
hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan
kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itujadi agama bagimu. " (QS.
al-Maidah: 3)
Namun
semua itu tidak terwujud begitu saja, Nabi yang mulia harus berjuang secara
serius dan sungguh-sungguh, sehingga beliau menjadi manusia yang paling layak
untuk mendapatkan pujian pendduduk bumi dan penduduk langit. Dan Rasulullah saw
telah melakukan semua itu. Kita tidak mengenal seorang nabi yang perasaannya
dihina dan dicaci maki lebih dari apa diterima oleh Muhammad bin Abdillah; kita
tidak mengenal seorang nabi yang memikul berbagai penderitaan, dan memiliki
kesabaran yang mengagumkan di jalan Allah SWT sebagaimana yang ditunjukkan oleh
Nabi kita.
Kemudian,
seorang yang diutus oleh Allah SWT sebagai rahmat bagi alam semesta tidak akan
mengajak manusia menuju kebenaran kecuali jika manusia tersebut dari kalangan
orang-orang yang kafir dan membangkang. Beliau berdakwah bagi orang yang berhak
mendapatkan dakwah; beliau siap memikul tanggung jawab dakwah dengan berbagai
tantangan dan cobaannya; beliau menunjukkan kesabaran yang luar biasa. Setelah
itu, beliau datang kepada Allah SWT dengan hati yang puas dan air mata yang
bercucuran dan dengan suara berbisik berkata: "Ya Allah, jika tidak ada
kemurkaan pada diri-Mu, maka aku tidak akan peduli dengan manusia." Segala
sesuatu akan menjadi mudah jika di sana terdapat ridha Allah SWT.
Setelah
turunnya wahyu kepada Rasul saw, beliau memulai tahapan dakwah dan mengajak
manusia untuk menyembah Allah SWT. Dimulailah dakwah secara rahasia yang
berlangsung selama tiga tahun dalam persembunyian.
Mula-mula
Ummul Mu'minin, Khadijah binti Khuwailid beriman kepadanya, lalu beriman juga
sahabatnya, Abu Bakar sebagaimana beriman kepadanya anak pamannya, Ali bin Abi
Thalib yang saat itu masih kecil dan hidup di bawah asuhan Muhammad, dan juga
beriman kepadanya Zaid bin Tsabit, seorang pembantunya. Kemudian Abu Bakar juga
ikut berdakwah, sehingga ia memasukkan dalam dakwah teman-temannya, seperti
Usman bin Affan, Thalha bin Ubaidilah, dan Sa'ad bin Abi Waqas. Juga beriman
seorang Masehi, yaitu Waraqah bin Nofel dan Rasulullah saw melihatnya setelah
kematiannya tanda kesenangan yang itu menunjukkan ketinggian derajatnya di sisi
Allah SWT. Setelah itu, Abu Dzar al-Ghifari juga masuk Islam, lalu disusul oleh
Zubair bin Awam dan Umar bin 'Anbasah serta Sa'id bin 'Ash. Jadi, Islam mulai
mengepakkan sayapnya secara rahasia di Mekah.
Kemudian
berita tersebarnya akidah yang baru ini sampai kepada pembesar-pembesar
Quraisy, tetapi mereka tidak begitu peduli. Barangkali mereka membayangkan
bahwa Muhammad telah menjadi—karena uzlah yang dilakukannya di gua Hira—salah
seorang juru bicara tentang ketuhanan sebagaimana pernah dilakukan oleh Umayah
bin Shalt dan Qas bin Sa'adah.
Demikianlah
dakwah secara rahasia berhasil mengembangkan misinya dan dapat melindungi
akidah yang baru. Dan selama perjalanan tiga tahun yang dibutuhkan tahapan
dakwah secara rahasia keimanan telah tertanam dalam hati kaum Muslim yang
pertama. Rasulullah saw telah mendidik mereka dan telah menanamkan kepada diri
mereka sifat-sifat kemuliaan dan telah menciptakan mereka sebagai benih pertama
dari pasukan Islam. Pada suatu hari Jibril turun dengan membawa firman Allah
SWT:
"Dan
berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat." (QS.
asy-Syu'ara': 214)
Demikianlah,
datanglah perintah Ilahi agar Rasulullah saw berdakwah secara terang-terangan.
Lalu berkumpullah di sekeliling Nabi sekelompok tentara yang besar dan
datanglah perintah Ilahi agar beliau menyampaikan dakwah secara terang-terangan
dan mengingatkan keluarga dekatnya. Ketika Nabi melakukan hal tersebut, maka
dakwah memasuki tahapan yang kedua. Dan tahapan dakwah yang baru ini berakibat
pada timbulnya penekanan terhadap para dai di mana mereka mengalami penindasan,
bahkan mereka didustakan oleh masyarakat serta diboikot.
Orang-orang
Quraisy mengetahui bahwa Muhammad berbahaya bagi mereka. Beliau bukan hanya
berbicara tentang ketuhanan, tetapi beliau mengajak rnanusia untuk mengikuti
agama baru, yaitu agama yang mencoba untuk menyingkirkan berhala-berhala dan
patung-patung mereka serta tuhan-tuhan mereka yang mereka yakini; agama yang
mencoba menyingkirkan kedudukan sosial mereka dan kepentingan-kepentingan
ekonomi mereka; agama yang menyatakan bahwa tiada tuhan lain selain Allah SWT,
dan tiada hukum lain selain hukum-Nya, serta tiada penguasa lain selain Dia.
Kedatangan agama tersebut menyebabkan penduduk kota Mekah membencinya dan
orang-orang yang memegang kekuasaan di dalamnya merasa gelisah.
Setelah
pengumuman dakwah secara terang-terangan, dimulailah dan ditabuhlah gendrang
peperangan. Kemudian peperangan yang dahsyat terjadi antara para pembesar
Quraisy dan para pengikut Rasulullah saw. Orang yang pertama kali menyerang
Islam adalah seorang tokoh Mekah yang bernama Abu Lahab.
Bukhari
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw menaiki bukit Shafa dan beliau mulai
memanggil-manggil tokoh Quraisy dan para kabilah Mekah. Dan ketika semua
berkumpul, beliau bertanya kepada mereka: "Apakah kalian percaya jika aku
memberitahu kalian bahwa seekor kuda akan datang menyerang kalian?" Mereka
menjawab: "Tentu, kami belum pernah melihatmu berbohong." Beliau
berkata: "Aku seorang yang diutus sebagai pemberi peringatan terhadap
kalian. Di hadapanku terdapat siksaan yang berat jika kalian menentang."
Abu Lahab berkata: "Sungguh celaka engkau, apakah karena ini engkau
mengumpulkan kami."
Dengan
penghinaan inilah, peperangan terhadap Islam dimulai. Ketika kaum Muslim tidak
mampu mempertahankan diri mereka, maka mula-mula Allah SWT membantu mereka dan
menolong mereka dengan menurunkan surah yang pendek yang mengecam tindakan Abu
Lahab:
"Binasalah
kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah bermanfaat
kepadanya harta bendanya dan apa yang dia usahahan. Kelak dia akan masuk ke dalam
api yang bergejolak. Dan (begitu pula) isterinya, pembawa kayu bakar. Yang di
lehernya ada tali dari sabut. " (QS. Allahab: 1-5)
Dengan
ayat-ayat yang pendek dan tepat tersebut, Abu Lahab memasuki kancah sejarah
dari pintunya yang paling pendek. Gambaran tentang kejahatan Abu Lahab tertulis
selama-lamanya. Abu Lahab adalah seorang yang menentang dakwah kebenaran karena
ia mengkhawatirkan kedudukannya dan kekayaannya, padahal harta yang
dipertahankannya dan dijaganya tidak memiliki arti sama sekali di sisi Allah
SWT karena ia sekarang berada dan dijebloskan di tengah-tengah neraka yang
menyala-nyala, sedangkan isterinya membawa kayu bakar, sehingga menambah nyala
api itu sendiri. Dan di lehernya terdapat suatu belenggu sebagai simbol
keterikatannya dengan dunia binatang yang tidak berakal. Sebagian besar
orang-orang yang menentang dakwah adalah orang-orang yang berhubungan dengan
dunia binatang yang tidak sadar.
Allah
SWT berfirman:
"Atau
apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. Mereka
itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat
jalannya (dari binatang ternak itu). " (QS. al-Furqan: 44)
Seandainya
hari ini kita merenungkan reaksi orang-orang kafir dan orang-orang musyrik,
maka kita akan terheran-heran.
Allah
SWT berfirman:
"Dan
mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (rasul) dari
kalangan mereka; dan orang-orang kafir berkata: 'Ini adalah seorang ahli sihir
yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan tuhan-tuhan itu Tuhan yang Satu
saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan'."
(QS. Shad: 4-5)
Coba
perhatikan bagaimana kebodohan kaum itu di mana mereka menganggap bahwa pada
hakikatnya terdapat multi tuhan dan mereka jutru merasa heran ketika terdapat
hanya satu tuhan atau tuhan yang esa. Mereka justru merasa heran ketika
berhadapan dengan masalah yang fitri dan jelas ini.
Allah
SWT berfirman:
"Dan
apabila mereka melihat kamu (Muhammad), mereka hanyalah menjadikan kamu sebagai
ejekan (dengan mengatakan): 'Inikah orangnya yang diutus Allah sebagai rasul?
Sesungguhnya hampirlah ia menyesatkan kita dari sembahan-sembahan kita,
seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya. " (QS. al-Furqan: 41-42)
Perhatikanlah
betapa nekatnya kaum itu di mana mereka mulai menghina dan mengejek Rasulullah
saw, padahal beliau telah datang di tengah-tengah mereka untuk menyelamatkan
mereka dari api neraka, dan coba perhatikan bagaimana pandangan mereka terhadap
tuhan-tuhan mereka. Mereka membayangkan bahwa mereka nyaris tersesat jika
mereka tidak bersabar dalam membela tuhan-tuhan tersebut. Demikianlah kesesatan
mengejek kebenaran dan kebodohan menghina ilmu. Mereka justru merasa heran
terhadap kepandaiannya yang dapat menyelamatkannya dari meninggalkan
tuhan-tuhannya yang terbuat dari batu dan kayu, bahkan terkadang mereka membuat
tuhan dari adonan roti di mana mereka menyembahnya kemudian memakannya. Mereka
mengatakan bahwa tuhan-tuhan kami menyelamatkan kami dari rasa lapar atau
mereka mengatakan bahwa kami menyembah mereka agar mereka dapat mendekatkan
kami pada Allah sedekat-dekatnya.
Meskipun
demikian, dakwah Nabi terus berlanjut dan tertanam di muka bumi. Mereka
orang-orang musyrik menuduh Nabi sebagai seorang dukun; mereka menuduhnya juga
sebagai seorang gila, bahkan mereka menuduhnya sebagai seorang penyihir; mereka
menuduh bahwa beliau berbohong atas nama kebenaran dan beliau dibantu oleh kaum
yang lain; mereka mengatakan ini adalah dongengan orang-orang yang dahulu.
Mereka
meminta kepada beliau untuk mendatangkan mukjizat dengan bentuk tertentu;
mereka memberitahu bahwa mereka tidak akan beriman kepadanya, sehingga terdapat
suatu mata air yang memancar dari bumi atau terwujud di depan mereka suatu
taman dari pohon kurma dan anggur yang memancar di tengah-tengahnya sungai,
atau langit akan runtuh sebagaimana yang beliau sampaikan kepada mereka sebagai
bentuk azab atau beliau datang dengan Allah SWT dan para malaikat dan mereka
semua menjamin kebenaran dakwah yang diserukannya, atau beliau memiliki rumah
dari emas atau beliau mampu mendaki langit dan mereka masih belum beriman
terhadap pendakian itu meskipun ia mendaki di hadapan mata mereka dan kembali
dengan selamat, kecuali jika ia menghadirkan kitab kepada mereka yang dapat
mereka baca dari langit.
Nabi
tidak peduli dengan usaha mereka untuk menyakiti hati beliau; Nabi tetap
memberitahu mereka dengan penuh kelembutan bahwa apa saja yang mereka minta itu
tidak sesuai dengan Islam. Sebab, Islam hanya menyeru akal dan berusaha
menciptakan kebebasan. Beliau menyampaikan kepada mereka bahwa beliau hanya
sekadar manusia yang diutus oleh Tuhan; beliau datang kepada mereka untuk
mengingatkan mereka akan suatu hari di mana seorang tua tidak akan
menyelamatkan anaknya dan tidak bermanfaat di dalamnya harta dan anak-anak, dan
mereka tidak akan selamat di dalamnya dari siksaan. Orang-orang yang mempunyai
kedudukan atau para tokoh mereka adalah para tiran-tiran di muka bumi di mana
semua itu tidak akan bermanfaat bagi mereka pada hari kiamat. Siksaan yang
bakal mereka terima tidak dapat mereka hindari dan mereka pun tidak dapat
meringankannya.
Demikianlah
Islam—sebagaimana agama-agama sebelumnya— mengumpulkan di sekelilingnya
orang-orang yang berakal dan orang-orang yang fakir serta orang-orang yang
menderita di muka bumi. Berimanlah sekelompok orang-orang fakir di mana mereka
menjadi kelompok sosial yang tertindas dan tersingkirkan di Mekah. Mereka
menjadi makanan empuk kelompok-kelompok yang lalim.
Islam
bukan hanya memberikan solusi ekonomi terhadap tragedi kehidupan atau masyarakat,
tetapi Islam memberikan solusi Ilahi terhadap keberadaan manusia secara umum;
Islam meyakini bahwa manusia bukan hanya sekadar perut yang harus dikenyangkan
dan naluri seksual yang harus dipuaskan, manusia bukan hanya dilihat dan
dinilai dari sisi ini, namun Islam justru meletakkan manusia pada tempatnya
yang hakiki, tanpa membesar-besarkan atau mengecilkannya. Dalam pandangan
Islam, manusia terdiri dari bangunan fisik dan ruhani, terdiri dari akal dan
ambisi dan terdiri dari celupan dari Allah SWT dalam ruhnya.
Islam
tidak mementingkan fisik saja dan meninggalkan ruhani, begitu juga sebaliknya.
Terkadang fisik boleh jadi mendapatkan kebahagiaan dalam kehidupan, tetapi
ruhani justru mengalami penderitaan yang luar biasa. Karena itu, pemuasan salah
satu dimensi dari dimensi manusia tidak akan membawa manusia kepada
kesempurnaan atau kebahagiaan. Maka, Islam datang untuk membawa suatu solusi
yang dapat menyelamatkan manusia dari dalam dirinya sendiri dan Islam
membebankan tugas ini, yakni tugas perubahan ini kepada Al-Qur'an.
Al-Qur'an
menjadi cermin dalam kehidupan di mana ayat-ayatnya diturunkan kepada Rasul
saw, lalu beliau mengajarkannya kepada kaum Muslim. Kemudian Al-Qur'an berubah
menjadi orang-orang yang berjalan di pasar-pasar dan mengancam singgasana
kebencian yang menguasai Mekah, sehingga orang-orang musyrik justni
meningkatkan usaha pengejekan dan penghinaan terhadap Rasul saw. Oleh karena
itu, beliau semakin sedih lalu Allah SWT menghiburnya. Allah SWT memberitahu
beliau bahwa mereka tidak mendustakannya, tetapi mereka justru melalimi diri
mereka sendiri. Mereka mulai menentang Nabi dan ayat-ayat Allah SWT, padahal
Nabi adalah salah satu dari ayat Allah SWT.
Allah
SWT berfirman:
"Sesungguhnya
Kami mengetahui bahwasannya apa yang mereka katakan itu menyedihkan hatimu,
(janganlah hamu bersedih hati), karena mereka sebenarnya bukan mendustakan
kamu, akan tetapi orang-orang yang lalim itu mengingkari ayat-ayat Allah."
(QS. al-An'am: 33)
Kemudian
kaum musyrik meningkatkan penindasan kepada Rasul saw dan para pengikutnya.
Peperangan dimulai: dari peperangan urat saraf sampai peperangan fisik. Mereka
mulai menyiksa para pengikut Rasul saw, bahkan membunuhnya. Pada saat itu,
musuh-musuh Islam membayangkan bahwa dengan cara menindas kaum Muslim dan menekan
mereka dakwah Islam akan berhenti dan kaum Muslin akan enggan untuk berdakwah.
Mereka menganggap bahwa kaum Muslim justru memilih untuk menyelamatkan diri
mereka. Namun para tokoh-tokoh Quraisy dan para tokoh-tokoh Mekah dikagetkan
ketika melihat penekanan yang mereka lakukan justru semakin membakar semangat
kaum Muslim untuk berdakwah. Saat itu kaum Muslim merasa yakin bahwa benih yang
telah ditanam Rasulullah saw dalam diri mereka menjadikan mereka tetap
bersemangat untuk menyebarkan risalah Allah SWT di muka bumi, yaitu suatu
risalah yang mengembalikan bumi menuju kematangan (kesempurnaan) yang telah
hilang darinya dan kema-nusiaan yang telah disia-siakan serta kehormatan yang
telah ditumpahkan dan kebebasan yang telah hilang.
Kaum
Muslim yakin bahwa mereka bukan hanya membangun suatu negeri yang kecil di
Mekah, dan mereka bukan hanya memperbaiki masyarakat yang rusak, yaitu
masyarakat jazirah Arab, tetapi mereka mengetahui bahwa mereka akan membangun
suatu manusia yang baru. Mereka akan menciptakan manusia seutuhnya; mereka akan
menghadirkan dunia dalam bentuk yang baru dan dalam gambar yang baru yang
merupakan cermin dari gambar kebesaran sang Pencipta.
Sebelum
kedatangan Islam, orang-orang Arab tidak dikenal. Dibandingkan dengan peradaban
yang dahulu dan modern, orang-orang Arab tidak memiliki apa-apa. Mereka tidak
memberikan kontribusi kepada dunia dalam bentuk ilmu, seni, atau peninggalan
apa pun yang dapat dijadikan sebagai kebanggaan. Namun ketika Islam turun
kepada mereka, mereka menjadi cermin kejayaan manusia di mana mereka dapat
memberikan sumbangan nyata pada umat manusia. Bahkan orang-orang Barat banyak
berhutang kepada mereka dalam kemajuan yang mereka capai saat ini. Sebaliknya,
ketika mereka berpaling dari Islam di mana Islam hanya menjadi lembaran
cerita-cerita dan kertas-kertas yang tidak berguna, maka saat itulah
orang-orang Barat dapat menguasai kaum Muslim karena mereka justru mendapatkan
ilmu dari Kaum Muslim itu sendiri. Mereka justru mencapai kemajuan ketika kaum
Muslim meninggalkan agama mereka. Jadi, ketika kaum Muslim memahami Islam
secara benar dan berusaha untuk memnghidupkan ajaran-ajarannya niscaya mereka
akan mencapai puncak keilmuan.
Pada
awal-awal masa tersebarnya Islam, kaum Muslim menyadari bahwa mereka menghadapi
peperangan yang tidak akan berhenti. Selama kehidupan ada, maka pertentangan
pun tetap ada. Oleh karena itu, ketika mereka mendapatkan penganiayaan dan
siksaan, maka keimanan mereka justru semakin meningkat, dan setiap penganiayaan
yang dilakukan oleh kaum Quraisy, maka mereka tetap bertahan untuk
mempertahankan kebenaran. Sebagai contoh, Amar bin Yasir mengalami penderitaan
dan penganiayaan. Ia adalah salah seorang budak yang menjadi korban dari sistem
ekonomi yang berlaku saat itu, yaitu ekonomi yang berdasarkan kepada sistem
perbudakan. Seorang yang beriman tersebut disiksa di Mekah di mana ia tidak
memperoleh kebebasannya yang hakiki kecuali setelah ia memeluk Islam. Mereka
mengeluarkannya ke gurun dan menyiksanya beserta ibunya. Bahkan siksaan semakin
meningkat atas ibunya agar ia kembali menjadi musyrik. Ketika ia tetap
mempertahankan keimanannya dan dengan tegas menolak ajakan untuk menentang
Islam, maka Abu Jahal menikamnya dengan belati yang ada di dua tangannya. Ia
pun meninggal. Dan Islam mengorbankan syahidnya yang pertama. Wanita mulia itu
bernama Sumayah, ibu dari Amar bin Yasir.
Banyak
kalangan orang-orang bodoh mengatakan tentang persetujuan Islam terhadap sistem
perbudakan, atau Islam mendiamkan sistem perbudakan. Mereka lupa bahwa Islam
dibangun berdasarkan suatu prinsip yang ingin membebaskan perbudakan dengan
segala bentuknya; Islam ingin mengeluarkan manusia dari kepemilikan sesama
manusia menuju kepemilikan kepada Allah SWT.
Jika
Islam tidak turun dengan nas-nas yang terperinci yang mengharamkan sistem
perbudakan, maka dasar-dasarnya secara umum dan prinsip-prinsip utamanya
menghentikan—baik dalam tindakan maupun ucapan—sumber-sumber sistem ini. Allah
SWT sebagai pemilik syariat mengetahui bahwa sistem perbudakan adalah sistem
ekonomi yang sementara yang akan berubah dengan perubahan waktu, dan karena
Islam tidak turun pada waktu yang terdapat perbudakan saja, tetapi ia turun
secara umum dan menyeluruh untuk setiap zaman, maka Islam sengaja melewati
bentuk-bentuk yang temporal ini dari bentuk-bentuk eksploitasi menuju unsur
yang pertama atau dasar pertama yang menimbulkan bentuk-bentuk eksploitasi
tersebut, sehingga Islam mengharamkannya. Dengan cara demikian, Islam
mengharamkan sistem perbudakan secara bertahap, seperti proses pengharaman
khamer. Jadi, keseriusan Islam sangat menonjol dalam usaha menghapus dan
mengharamkan perbudakan.
Jika
dikatakan kepada kita bahwa Islam membolehkan para tentaranya untuk memperbudak
para tawanan perang, maka kita akan mengatakan bahwa Islam menerapkan sistem
ini sebagai bentuk pembalasan terhadap perlakuan yang sama di mana musuh-musuh
Islam menjadikan kaum Muslim sebagai budak-budak mereka ketika mereka
menawannya. Oleh karena itu, secara alami orang-orang Islam pun menawan mereka
sebagai budak-budak. Jika Islam tidak melakukan yang demikian, maka boleh jadi
Islam akan dimain-mainkan dan ada kesempatan besar bagi orang-orang musyrik
untuk memperdaya Islam.
Demikianlah
bahwa dakwah Islam mengalami berbagai macam hambatan dan penindasan. Dan ketika
orang-orang yang tersiksa mengadu kepada Rasulullah saw atas penindasan yang
mereka terima, maka Rasulullah saw memberitahu mereka dengan pembicaraan yang
jelas bahwa para dai di jalan Allah SWT harus mengorbankan kesenangan mereka,
kedamaian mereka, dan darah mereka sebagai harga yang pantas untuk tersebarnya
dakwah Islam. Kebebasan bukan diperoleh dengan cuma-cuma. Sejarah kehidupan
menceritakan kepada kita bahwa ia dipenuhi dengan gumpalan darah yang harus
dibayar oleh masyarakat untuk memerangi musuh-musuhnya dari luar dan dari
dalam. Jika ini dialami setiap orang yang menuntut kebebasan pada zaman dan
tempat tertentu, maka bagaimana dengan orang-orang yang menuntut kebebasan
manusia secara keseluruhan.
Seorang
Muslim hendaklah sadar bahwa dengan mengumumkan dakwahnya, maka ia pasti akan
menerima pengusiran, penindasan, penjara, pengepungan dan pembunuhan. Ini
adalah harga yang pantas yang harus dibayar ketika berdakwah di jalan Allah
SWT; inilah harga kebebasan. Bahkan terkadang kaum yang batil pun membayamya
dengan senang hati, maka bagaimana mungkin orang-orang yang bersama kebenaran
ragu untuk melakukannya.
Pada
hakikatnya, manusia cinta kepada keabadian. Secara naluri manusia merasa takut
pada azab dan kematian. Dan barangkali yang membedakan orang-orang Islam yang
hakiki dengan yang lainnya adalah bahwa mereka terbebas dari rasa ketakutan dan
cinta keabadian. Ini adalah tolok ukur yang pasti untuk membedakan antara
seorang Muslim yang hakiki dan seorang Muslim yang hanya namanya atau Muslim
warisan atau hanya klaim semata.
Seorang
Muslim yang hakiki menyadari bahwa ajal di tangan Allah SWT, rezeki adajuga di
tangan-Nya, begitu juga keamanan semua ada di tangan-Nya. Dengan keimanan
seperti ini, ia memulai pergulatannya untuk menyebarkan dakwah. Ia siap untuk
menerima penyiksaan dan penderitaan di jalan Allah SWT; ia pun siap meneteskan
darahnya sebagai harga yang pantas yang diberikannya dalam rangka memperoleh
kebebasan. Ini semua dilakukanya dengan begitu sederhana dan tidak ada rasa
takut karena Islam membebaskannya dari rasa ketakutan. Dahulu para pembangkang
menggergaji orang-orang yang menyeru di jalan Allah SWT dengan menggergaji saat
mereka dalam keadaan hidup-hidup.
Khabab
bin Irit pergi menemui Rasulullah saw dan meminta tolong kepada beliau dari
penyiksaan orang-orang Quraisy, sambil berkata: "Tidakkah engkau menolong
kami, wahai Rasulullah? Tidakkah engkau berdoa kepada kami, ya
Rasulullah?" Rasulullah saw menjawab: "Sungguh sebelum kalian
terdapat orang-orang yang berdakwah di jalan Allah SWT lalu mereka dimasukkan
dalam suatu galian tanah lalu mereka digergaji di mana tubuh mereka dipisah
menjadi dua, namun mereka tetap mempertahankan agamanya. Demi Allah, sungguh
Allah SWT akan menolong masalah ini tetapi kalian terlalu tergesa-gesa."
Dengan
kalimat-kalimat yang penuh kesabaran dan keberanian ini, Rasulullah saw ingin
memahamkan kepada orang tersebut bahwa termasuk dari kesempurnaan iman adalah
membayar harga kebebasan. Jelas sekali bahwa Islam tidak memberikan keuntungan
bagi orang yang memeluknya. Orang-orang Islam yang pertama tidak bertanya dan
mengatakan: "Apa yang kita peroleh dari agama ini?" Sebaliknya,
mereka bertanya: "Apa yang kita bayar untuk Islam?" Jawabannya
adalah: "Segala sesuatu dimulai dari suapan-suapan roti sampai darah yang
tertumpah." Jadi, kaum Muslim yang pertama telah membayar ongkos
kebebasan. Mereka merasakan kedamaian yang luar biasa untuk mempertahankan
agama Allah SWT; mereka mendapatkan kepercayaan yang tinggi tentang kemenangan
kebenaran yang datang kepada mereka; mereka justru memberitahu orang-orang
musyrik bahwa mereka akan dapat mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar. Dengan
dakwah yang mereka lakukan, mereka akan menjadi pemimpin-pemimpin di muka bumi.
Kaum musyrik justru memanfaatkan kepercayaan ini untuk mengejek mereka dan menertawakan
mereka.
Ketika
Aswad Ibnu Matlab dan orang-orang yang bersamanya melihat sahabat-sahabat Nabi,
maka mereka mengejek dan mengatakan: "Telah datang kepada kalian
pemimpin-pemimpin bumi yang esok akan mengalahkan raja-raja Kisra dan Kaisar,
kemudian mereka bersiul dan bertepuk tangan." Namun kaum mukmin tidak
peduli dengan ejekan tersebut. Demikianlah bahwa ejekan demi ejekan terus
menyertai dakwah kaum Muslim. Kemudian kaum Quraisy mengadakan pertemuan yang
bersejarah untuk menyatukan pandangan dalam rangka menyerang Rasulullah saw.
Kaum musyrik menuduhnya bahwa beliau adalah seorang ahli sihir, dan pada kali
yang lain mereka menuduhnya bahwa beliau adalah dukun, dan pada kali yang lain
lagi mereka menuduhnya bahwa beliau adalah penyair, bahkan pada kali yang lain
mereka menuduhnya bahwa beliau adalah seorang yang gila. Kemudian mereka semua
sepakat untuk menuduh bahwa beliau adalah seorang penyihir.
Walid
bin Mughirah yang terkenal sebagai orang yang terpandang di kalangan mereka
menuduh Rasulullah saw sebagai penyihir yang dapat memisahkan antara sesama
saudara dan antara seseorang dengan isterinya. Kemudian mereka membikin
kelompok-kelompok yang mengingatkan para pendatang di Mekah bahwa Muhammad
adalah seorang penyihir. Meskipun demikian, dakwah Islam tetap berlangsung. Ia
tetap tersebar dengan pelan namun pasti dan kalimat-kalimat yang diutarakan
Nabi justru mengingatkan perjanjian yang pernah dilakukan oleh manusia, yaitu
perjanjian saat Allah SWT menyaksikannya ketika mereka masih di alam atom di
punggung Adam:
"Bukankah
aku Tuhan kalian? Mereka menjawab: 'Benar.'" (QS. al-A'raf: 172)
Bertambahlah
jumlah kaum Muslim hingga kaum Quraisy merasakan ketakutan. Mereka mulai
melihat bahwa penggunaan cara-cara kekerasan tidak selalu berhasil. Kemudian mereka
memilih untuk menggunakan cara baru, yaitu bagaimana seandainya mereka
menggunakan perdamaian dan perundingan. Orang-orang Quraisy mengutus 'Utbah bin
Rabi'ah, seorang lelaki yang terkenal dengan kecerdasan dan kebijaksanaan
sebagai juru runding.
'Utbah
berkata kepada Rasul saw: "Wahai anak saudaraku, kami mengetahui
kedudukanmu di sisi kami dari sisi nasab. Engkau datang kepada kaummu dengan
suatu hal yang besar di mana engkau memisahkan kelompok-kelompok mereka. Maka
dengarkanlah aku karena aku ingin berbicara tentang beberapa hal. Barangkali
engkau akan menerima sebagiannya." Rasul saw berkata: "Silakan
berbicara wahai 'Utbah." 'Utbah berkata: "Jika engkau menginginkan
harta niscaya kami akan mengumpulkan harta bagimu, sehingga engkau akan menjadi
orang yang paling kaya di antara kami, dan jika engkau menginginkan kehormatan,
maka kami akan memberi kehormatan itu bagimu dan jika engkau menginginkan
kekuasaan, maka kami akan menyerahkan kekuasaan padamu dan jika engkau terkena
penyakit yang engkau tidak mampu menolaknya dari dirimu, maka kami akan
mencarikan tabib bagimu dan kami akan mengeluarkan harta kami sehingga engkau
sembuh."
Demikianlah
'Utbah mengakhiri pembicarannya. Kemudian ia menunggu reaksi Nabi. Lalu
Rasulullah saw berkata:
"Dengan
nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Haa miim. Diturunkan dari
Tuhan Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyanyang. Kitab yang dijelaskan
ayat-ayatnya, yakni bacaan dalam bahasa Arab, untuk kaum yang mengetahui. Yang
membawa berita gembira dan yang membawa peringatan, tetapi kebanyakan mereka
berpaling (darinya);, maka mereka tidak (mau) mendengarkan. Mereka berkata:
'Hati kami berada dalam tutupan (yang menutupi) apa yang kamu seru kami
kepadanya dan di telinga kami ada sumbatan dan antara kami dan kamu ada
dinding, maka bekerjalah kamu; Sesungguhnya kami bekerja (pula).' Katakanlah:
'Bahwasannya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku
bahwasannya Tuhan kamu adalah Tuhan Yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan
yang lurus menuju kepadanya dan mohonlah ampun kepadanya. Dan kecelakaan
besarlah bagi orang-orang yang mempersekutukan-(Nya), (yaitu) orang-orangyang
tidak menunaikan zakat dan mereka kafir akan adanya (hehidupan) akhirat.
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh mereka
mendapat pahala yang tiada putus-putusnya.' Katakanlah: 'Sesungguhnya patutkah
kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan
sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam. Dan
dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia
memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya
dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang
bertanya. Kemudian dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih
merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: 'Datanglah kamu
keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.' Keduanya
menjawab: 'Kami datang dengan suka hati.' Maha Dia menjadikannya tujuh langit
dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami
hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami
memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perhasa
lagi Maha Mengetahui. Jika mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah
memperingatkan kamu dengan petir, seperti petir yang menimpa kaum 'Ad dan kaum
Tsamud." (QS. Fushilat: 1-13)
Rasulullah
saw telah menjawab tawaran 'Utbah di mana beliau memilih untuk menghadapi
tawaran dan iming-iming tersebut dengan membaca sebagian dari surah Fhusilat
yang merupakan salah satu surah Al-Qur'an yang diturunkan oleh Allah SWT
melalui malaikat Jibril. 'Utbah bangkit dari tempatnya ketika Rasulullah saw
sampai pada firman-Nya:
"Jika
mereka berpaling, maka katakanlah: 'Aku telah memperingatkan kamu dengan petir,
seperti petir yang menimpa kaum "Ad dan kaum Tsamud. " (QS. Fushilat:
13)
'Utbah
berdiri dalam keadaan takut dan segera menuju kaum Quraisy. Bayang-bayang azab
dunia terngiang di telinganya. Dan ketika ia sampai ke orang Quraisy, ia
mengusulkan agar orang-orang Quraisy membiarkan apa saja yang dilakukan
Muhammad. Gagallah perundingan dengan seorang Muslim yang pertama, yaitu
Rasulullah saw. Gagalnya perundingan tersebut sebagai bentuk pemberitahuan
tentang kembalinya tindak kekerasan dan penyiksaan terhadap sahabat-sahabat
Rasul saw. Kemudian kaum musyrik semakin meningkatkan penindasan terhadap kaum
Muslim. Rasulullah saw sangat menderita melihat hal yang dirasakan para
sahabatnya. Ketika kaum Muslim membayar harga yang paling mahal sebagai
konsekuensi dari akidah yang mereka anut dan mereka dengan sabar memikul
penderitaan di jalan Allah SWT, maka Rasulullah saw mengisyaratkan mereka untuk
berhijrah. Beliau memberikan izin untuk berhijrah bagi orang yang ingin hijrah.
Kemudian
Dimulailah gelombang hijrah. Itu terjadi pada lima tahun dari turunnya wahyu
setelah dua tahun diumumkannya dakwah. Maka berhijrahlah ke Habasyah enam belas
orang Muslim. Mereka keluar secara rahasia dan mereka menuju ke laut. Mereka
berlayar meskipun orang-orang yang tinggal di gurun sebenarnya tidak ingin
berlayar karena mereka takut dari laut dan mereka yakin bahwa manusia yang
berlayar di laut akan menjadi ulat di atas kayu-kayu yang berenang.
Selanjutnya,
gelombang hijrah yang kedua pun dimulai. Kali ini diikuti oleh delapan puluh
tiga orang laki-laki dan sembilan belas perempuan. Kemudian orang-orang Quraisy
berusaha untuk mengirim beberapa orang dan tetap berusaha menyiksa dan
menyakiti orang-orang yang berhijrah. Mereka mengutus ke Najasyi, Raja
Habasyah, orang-orang yang dapat mempengaruhinya untuk menentang orang-orang
yang berhijrah. Mereka menuduh kaum Muslim meninggalkan agama nenek moyang
mereka di Mekah dan mereka juga tidak menganut agama Najasyi, yaitu agama
Kristen. Kemudian orang-orang Quraisy tidak lupa mengirim hadiah kepada Najasyi
sebagai bentuk suapan kepadanya. Tampaknya Najasyi seorang yang berakal lalu ia
mengutus seseorang kepada kaum muhajirin dan bertanya kepada mereka tentang
agama baru yang mereka anut. Kemudian kaum muhajirin menceritakan kepadanya
tentang Islam.
Najasyi
bertanya tentang Isa lalu mereka menjawab: "Ia adalah hamba Allah SWT dan
rasul-Nya dan ruh-Nya serta kalimat-Nya yang diletakkan kepada Maryam, wanita
yang perawan yang suci." Kemudian Najasyi mengambil satu kayu kecil dari
bumi dan mengatakan: "Penjelasan tentang Isa yang kalian katakan tidak
lebih dari kayu kecil ini. Pergilah kalian dan kalian akan aman." Najasyi
mengembalikan hadiah kaum Quraisy dan mengatakan: "Allah tidak mengambil
suap dariku sehingga aku tidak mungkin mengambilnya dari kalian."
Demikianlah
kaum muhajirin tinggal di negeri yang damai, yaitu Habasyah negeri yang
dipimpin oleh seorang laki-laki yang diberi kematangan berpikir di mana ia
cenderung mengimani karakter al-Masih sebagai seorang manusia. Dan salah satu
keajaiban kekuasaan Ilahi adalah bahwa masyarakat Islam yang berhijrah tersebut
tidak mengalami kelemahan dalam akidahnya, namun mereka justru merasakan
kekuatan.
Allah
SWT memperkuat dakwah Islam dengan masuknya dua lelaki besar dalam Islam, yaitu
Hamzah, paman Nabi dan Umar bin Khatab. Kedua orang itu mempunyai kepribadian
yang tangguh di Mekah di mana masing-masing dari mereka terkenal di
tengah-tengah kaumnya. Allah SWT berkehendak untuk memberi Islam dua orang
lelaki yang tangguh di Mekah dan Allah SWT telah meletakkan rahmat yang
terpancar dalam hati mereka. Hamzah masuk Islam karena dorongan emosi,
fanatisme, dan rahmat terhadaporang-orang yang tidak memberikan pembelaan
kepada Muhammad saw.
Salah
seorang perempuan berkata kepada Hamzah: "Seandainya engkau melihat apa
yang diperoleh oleh anak dari saudaramu, Muhammad dari Abil Hakam bin Hisyam
(Abu Jahal). Sungguh Abu Jahal telah mencelanya dan menyakitinya, sedangkan
Muhammad hanya terdiam dan tidak mengatakan apa-apa." Mendengar pengaduan
itu, darah mendidih berkobar dalam urat-urat Hamzah. Dengan kemarahan yang
sangat, Hamzah mencari-cari Abu Jahal lalu ia melihatnya sedang duduk-duduk di
tengah-tengah kaumnya. Hamzah mengangkat tangannya lalu memukulkannya ke kepala
Abu Jahal sambil berteriak: "Apakah engkau akan mengejek Muhammad, padahal
aku berada di atas agamanya."
Demikianlah
permulaan keislaman Hamzah. Hamzah adalah seorang yang mulia di mana
perasaannya berkobar ketika ia melihat anak saudaranya disiksa dan dianiaya dan
dia tidak mendapati seorang pun yang membelanya. Beginilah sebab-sebab pertama
dari keislaman Hamzah, namun sebab yang paling dalam dan yang paling menentukan
adalah rahmat Allah SWT yang telah dianugerahkan kepadanya, meskipun Hamzah
tidak mengetahuinya, yaitu rahmat yang mendorongnya untuk tidak membiarkan
seseorang pun menyakiti lelaki yang berdakwah di jalan Allah SWT hanya karena
ia seorang yang lemah dan tidak mempunyai penolong. Jadi, Hamzah adalah
penolongnya.
Sedangkan
Umar bin Khatab terkenal dengan ketangguhan sikap dan kekerasan perilaku.
Seringkali kaum Muslim mendapat siksaan darinya ketika ia masih menganut
jahiliah. Dan salah seorang yang mendapatkan siksaan ciarinya adalah Amir bin
Rabi'ah dan isterinya. Amir beserta istcrinya menetapkan untuk berhijrah ke
Habasyah. Umar bin Khatab menemuinya lalu ia mendapati isteri Amir dan tidak
mencmukan suaminya. Umar melihat wanita itu sedang bersiap-siap untuk berhijrah
lalu Umar berkata (saat itu sumber rahmat telah memancar pada dirinya):
"Apakah engkau akan pergi wahai Ummu Abdillah?" Dengan nada jengkel,
wanita itu berkata: "Benar, demi Allah kami akan keluar dan menuju tanah
Allah SWT. Engkau telah menyiksa kami dan telah memaksa kami untuk berhijrah.
Kami akan pergi sehingga Allah SWT akan memberikan kelapangan kepada
kami." Umar berkata: "Mudah-mudahan Allah SWTmenemanimu."
Wanita
itu melihat tanda-tanda kelembutan dan kesedihan pada wajah Umar. Dan ketika
suaminya kembali, ia menceritakan kepadanya bahwa ia sangat berharap kepada
keislaman Umar. Lalu suaminya menjawab: "Ia tidak mungkin masuk Islam
sampai keledai Umar masuk Islam." Ia mengatkan demikian karena ia melihat
betapa bengisnya dan kejamnya Umar. Namun perasaan lembut wanita itu lebih kuat
daripada pandangan pikiran lelaki itu dan keputusannya yang terlalu cepat
kepada Umar.
Belum
lama mereka berhijrah sehingga Umar masuk Islam. Orang-orang muhajirin
mengeluarkan penutup sumur rahmat dalam dirinya. Dan barangkali Umar merasa
kebingungan lalu ia menetapkan untuk membunuh Rasul saw. Dengan menghunuskan
pedangnya, ia pergi menuju Rasul saw. Kemudian ia bertemu dengan orang-orang
yang memergokinya dalam keadaan kebingungan, lalu mereka bertanya kepadanya,
hendak kemana ia akan pergi? Umar menjawab: "Aku hendak ke Muhammad aku
akan membunuhnya sehingga orang-orang Arab merasa tenteram." Dengan nada
mengejek, seseorang berkata: "Tidakkah engkau memulai dari keluargamu
sebelum engkau membunuh Muhammad." Dengan nada jengkel, Umar berkata:
"Apa yang terjadi pada keluargaku?" Lelaki itu menjawab:
"Saudara perempuanmu dan suaminya telah masuk Islam, sedangkan engkau
tidak mengetahuinya." Umar segera mencari saudara perempuannya dan
suaminya di mana saat itu keduanya sedang membaca Al-Qur'an.
Ketika
melihat Umar, mereka menyembunyikan Al-Qur'an. Umar bertanya: "Sepertinya
aku mendengar suara bisikan dari luar." Tetapi saudara perempuannya
mengatakan: "Tidak." Kemudian suaminya ikut campur dan Umar pun
tampak marah kepadanya. Wanita itu bangkit untuk membela suaminya lalu Umar
memukulnya sehingga darah segar mengucur darinya.
Darah
itu justru membangkitkan sumber rahmat dari diri Umar. Akhirnya, Umar mengambil
air wudhu agar mereka mengizinkan untuk membaca Al-Qur'an. Umar pun membacanya.
Belum lama Umar membacanya sehingga ia pergi menemui Rasul saw.
Tanpa
ragu, Umar memilih untuk masuk Islam. Dan pedang yang dibawanya itu menjadi
pedang yang paling kuat yang dengannya ia mempertahankan agama Muhammad saw.
Kemudian ia mengetuk pintu untuk menemui Rasul saw di mana saat itu beliau
bersama sahabatnya. Dari celah-celah pintu, sahabat Nabi melihat Umar bin
Khatab sedang menghunuskan pedang. Kemudian sahabat itu kembali kepada Nabi
dengan membawa berita yang sangat mengejutkan ini. Ia menduga bahwa Umar datang
dengan maksud jahat.
Rasulullah
saw bangkit dan memerintahkan para sahabatnya agar membiarkan Umar. Rasulullah
saw membukakan pintu Kemudian ia menyambut Umar bin Khatab dan bertanya
kepadanya apa yang diinginkannya. Umar menjawab bahwa ia datang untuk
mengucapkan dan bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
utusan-Nya.
Orang-orang
Quraisy mulai merasa bahaya akan mereka temui setelah keislaman Umar dan
Hamzah. Para tokoh-tokoh Mekah dan orang-orang yang dihormati telah masuk
Islam. Sebelum Umar masuk Islam, kaum Muslim bertawaf di Ka'bah secara rahasia
dan dengan malu-malu, namun ketika Umar masuk Islam ia menampakkan keislamannya
dan ia menantang orang yang mencegahnya untuk bertawaf, bahkan banyak
orang-orang memberikan jalan padanya saat tawaf. Mekah mengetahui bahwa ia
menghadapi suatu dakwah yang akan dapat mengubah jazirah Arab.
Rasa
ketakutan mulai menghantui para pemuka Quraisy dan mereka menetapkan metode
baru untuk menghadapi kaum Muslim. Mereka yang sebelumnya menggunakan metode
penghinaan dan pengejekan kini mulai mencoba untuk memblokade kaum Muslim
secara ekonomi dan kemanusiaan. Kaum musyrik mengadakan perkumpulan dan
pertemuan untuk memboikot kaum Muslim. Mereka mengadakan pertemuan itu di
Ka'bah, sebagai penghormatan kepadanya. Orang-orang musyrik menghormati Ka'bah
meskipun mereka memenuhinya dengan berbagai macam patung yang mereka sembah
dalam rangka mendekatkan mereka kepada Allah. Pasal kesepakatan itu menetapkan,
hendaklah penduduk Mekah tidak menjual barang apapun kepada kaum Muslim dan
hendaklah mereka tidak menikah dengan kaum Muslim. Dengan ketetapan yang kejam
tersebut, mereka ingin menghancurkan kaum Muslim dan membunuh perekonomian
mereka. Rasulullah saw dan orang-orang yang beriman kepadanya terpaksa
berlindung di dusun Bani Hasyim. Mereka dilindungi oleh keturunan Bani
Muthalib, baik mereka orang-orang kafir maupun orang-orang beriman kecuali
musuh Allah SWT, Abu Jahal di rnana ia bersama orang-orang Quraisy menentang
kaummnya.
Kemudian
Dimulailah blokade ekonomi terhadap kaum Muslim di mana tidak ada makanan dan
minuman yang datang kepada mereka, sehingga penderitaan yang sulit kini dialami
oleh sahabat-sahabat Nabi. Ketika kafllah perdagangan datang ke Mekah dan salah
seorang dari sahabat Nabi menemui mereka di pasar untuk membeli makanan untuk
keluarganya, maka Abu Lahab berdiri dan berkata kepada para penjual, wahai para
pedagang, mahalkanlah dagangan kalian terhadap sahabat-sahabat Muhammad,
sehingga mereka tidak mampu membelinya dan aku menjamin kerugian yang kalian
alami, bahkan aku akan membeli apa saja yang ingin mereka beli dari kalian.
Mendengar
hal tersebut, para pedagang pun menjual barang dagangannya dengan harga yang
tidak wajar, sehingga seorang Muslim kembali ke rumah keluarganya tanpa membawa
sedikit pun makanan. Kemudian padagang itu pergi ke Abu Lahab dan memin-ta
kepadanya agar membeli barang yang ingin dibeli orang Muslim. Demikianlah
peperangan tersebut terus terjadi sehingga kaum Muslim merasakan penderitaan
yang sangat luar biasa di mana mereka dalam keadaan kelaparan dan kekurangan
pakaian yang layak. Peperangan ekonomi ini terjadi selama tiga tahun penuh.
Saking menderitanya para sahabat sampai-sampai Sa'ad bin Abi Waqas pernah
keluar pada suatu hari untuk memenuhi hajatnya, lalu ia mendengar suara gemerincing
di bawah air kencing. Tiba-tiba ia menemukan sepotong kulit unta yang kering
lalu ia mengambilnya dan membasuhnya. Kemudian ia membakarnya dan mencucinya
dengan air sampai bersih lalu ia menjadikannya makanan selama tiga hari.
Selama
tiga tahun tersebut wahyu tetap turun kepada Rasul saw dan seakan-akan ia
melupakan bencana yang keras ini. Allah SWT ingin mendidik para pengikut
agama-Nya agar mereka mampu memikul segala penderitaan.
Meskipun
kaum Muslim mendapatkan berbagai ujian selama tiga tahun tersebut, tetapi
aktifitas dakwah Islam tidak pernah padam dan tidak pernah surut. Kaum Muslim
bertemu orang-orang selain mereka pada musim haji lalu mereka berbicara kepada
orang-orang tersebut tentang keberadaan Allah SWT dan mereka meminta kepada
para pengujung itu untuk mencari rahmat Allah SWT dan ampunan-Nya. Keteguhan
kaum Muslim dan keberanian mereka telah memikat banyak orang sehingga mereka
masuk Islam. Bahkan orang-orang musyrik mulai bertanya kepada diri mereka dan
mempertanyakan kebenaran apa tindakan mereka. Lalu kecemburuan kepada kebenaran
mulai menyerang hati.
Kemudian
Selesailah peperangan ekonomi terhadap kaum Muslim di mana kaum musyrik melihat
itu tidak berdampak terlalu besar bagi kaum Muslim. Meskipun kaum Muslim
menerima penderitaan dan kerugian namun jumlah mereka tetap bertambah dan
keimanan mereka semakin kuat serta kepercaayaan kepada Allah SWT pun semakin
meningkat. Lalu datanglah tahun kesedihan kepada Nabi. Belum lama Rasulullah
saw merasakan dan menghirup udara segar setelah tiga tahun masa blokade dan
beliau ingin memulai kehidupan barunya dan dakwahnya, sehingga beliau
dikagetkan dengan kematian isteri tercintanya Ummul Mukminin Khadijah dan
kematian pamannya yang tercita Abu Thalib.
Abu
Thalib adalah seorang yang besar yang memiliki kewibawaan di tengah-tengah kaum
Quraisy, sehingga usaha kaum Quraisy untuk menyakiti Nabi menjadi terbatas
ketika mereka berhadapan dengan "tembok perlindungan" Abu Thalib
kepada kemenakannya. Sedangkan Khadijah merupakan tempat perlindungan dan kedamaian
bagi Nabi. Ia adalah hati yang sangat penyayang yang banyak menghibur Nabi saat
beliau berdakwah. Khadiijah adalah sebaik-baik teman dan sebaik-baik isteri.
Begitu juga, bagi Khadijah Rasulullah saw adalah sebaik-baik teman, sebaik-baik
suami, sebaik-baik pembantu, dan sebaik-baik sahabat.
Rasulullah
saw sangat sedih ketika kehilangan dua orang yang sangat berpengaruh dalam
kehidupannya itu, bahkan para sejarawan menamakan tahun tersebut dengan tahun
kesedihan. Sebaliknya, orangorang musyrik justru bergembira dengan kesedihan
Rasul saw itu. Mereka menganggap bahwa Rasul saw tidak lagi memiliki seorang
tua yang mampu melindunginya dan tidak lagi memiliki seorang isteri yang dapat
meringankan beban penderitaannya.
Setelah
kematian dua orang tcrscbut, penindasan dan penganiayaan kaum Quraisy kepada
Nabi semakin meningkat dan orang-orang musyrik memilih waktu yang tepat untuk
menyembelih binatang di Mekah lalu mereka membawa usus-usus atau jeroan dari
unta dan mereka melemparkannya dan meletakkannya di atas punggung Nabi saat
beliau sujud. Kemudian berita memilukan itu sampai kepada putri tercintanya,
Fatimah az-Zahrah, sehingga ia segera datang dan berusaha membela ayahnya dan
membersihkan kotoran yang ada di pundak ayahnya itu. Demikianlah kemuliaan Siti
Fatimah az-Zahra yang senantiasa melindungi ayahnya.
Betapa
sedihnya Nabi saw ketika beliau melihat bahwa keadaan beliau sampai pada batas
di mana anak perempuan beliau pun turut membelanya. Namun beliau tetap bersabar
dalam berdakwah di jalan Allah SWT. Pada suatu hari beliau berpikir untuk pergi
ke Tha'if di mana di sana dihuni oleh kaum Tha'if. Barangkali beliau berkata
dalam dirinya: jika di sini aku mendapati hati-hati yang telah membeku dan
telah berhubungan mesra dengan kebatilan ialu mengapa aku tidak pergi ke
Tsaqif. Barangkali Allah SWT akan membukakan pintu dakwah di sana. Mungkin di
sana masih terdapat hati yang akan terbuka guna menerima kebenaran.
Saat
itu kaum musyrik memberlakukan blokade umum atas dakwah yang dipimpin oleh
Rasulullah saw sehingga tekanan kepada beliau semakin meningkat sampai pada
batas di mana pergerakan dakwah tidak dapat bergerak satu langkah pun. Keadaan
demikian ini sangat menggelisahkan Nabi. Beliau ingin untuk melepaskan belenggu
yang mengikatnya. Lalu beliau memutuskan untuk pergi ke Tha'if. Jarak antara
Mekah dan Tha'if lebih dari tujuh puluh kilo meter. Nabi menempuh perjalanan
itu dengan jalan kaki, pergi dan pulang.
Kita
tidak mengetahui pemikiran-pemikiran apa yang terlintas dalam benak Rasulullah
saw saat beliau pergi dan menemui kabilah yang kafir kepada Allah SWT ini. Yang
kita ketahui adalah bahwa beliau pergi ke sana dengan membawa rahmat dunia dan
akhirat. Tetapi mereka justru membalas sikap baik Rasulullah saw itu dengan
tindakan jahiliyah. Mereka bersikap buruk kepada beliau dan mendustakannya.
Rasulullah saw tinggal di sana selama sepuluh hari. Beliau mondar-mandir dari
satu rumah ke rumah yang lain dan dari pasar ke pasar yang lain dan dari satu
jalan ke jalan yang lain. Tak seorang pun yang mendengar kedatangan beliau di
sana; tak seorang pun yang mau mendengar dakwah beliau dan tak seorang pun yang
mau beriman kepada ajakannya. Bahkan masyarakat di situ semakin menjadijadi
dalam menyerang Rasulullah saw dan mengejeknya.
Pada
hari yang terakhir yang mana beliau telah menetapkan untuk kembali ke Mekah.
Rasulullah saw berdiri di Tha'if dan mengharap kepada masyarakat di sana agar
merahasiakan kunjungannya kepada mereka sehingga pencelaan yang beliau terima
di Mekah terhadap agama yang dibawanya tidak semakin menjadi-jadi. Tetapi
penduduk Tha'if menolak permohonan yang terakhir ini. Mereka tidak cukup
melakukan hal itu tetapi mereka melakukan perbuatan terburuk yang dilakukan
manusia terhadap sesama manusia. Mereka menahan keluarga orang-orang yang bodoh
dan orang-orang biasa untuk membentuk dua barisan dan memerintahkan mereka
untuk melempari Rasulullah saw dengan batu dan mengejeknya. Nabi keluar dari
Tha'if dan beliau mendapatkan lemparan bertubi-tubi dari keluarga Tha'if bahkan
beliau merasakan kepedihan saat kakinya terkena lemparan batu itu sehingga
darah suci mengucur dari kaki beliau.
Kemudian
Rasulullah saw diusir sehingga beliau sampai di suatu kebun yang dimiliki oleh
dua orang dari orang-orang kaya Tha'if. Di sana beliau duduk di bawah naungan
pohon anggur. Dua orang pemilik kebun itu merasa kasihan melihat keadaan orang
yang terusir dan terluka itu. Mereka membawa kepadanya setangkai anggur dengan
seorang pembantu. Pembantu mereka adalah seorang Nasrani yang bernama Adas. Si
pembantu meletakkan setangkai anggur itu depan Rasul saw lalu beliau
mengulurkan tangannya kepadanya sambil berkata: "Bismillahirahmanirrahim
(Dengan nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang). Adas berkata kepada
Nabi, perkataan ini tidak begitu dikenal oleh penduduk negeri ini. Nabi
berkata: "Anda dari daerah mana?" Adas menjawab: "Aku adalah
seorang Nasrani dari Nainawa." Nabi berkata: "Apakah engkau dari desa
lelaki saleh Yunus bin Mata?" "Bagaimana engkau tahu tentang Yunus?,
sambung lelaki itu. Nabi berkata: "Itu adalah saudaraku. Ia adalah seorang
Nabi aku pun seorang Nabi."
Mendengar
jawaban Rasul saw, Adas segera merobohkan tubuhnya di depan kedua kaki Rasul
saw lalu ia menciuminya sambil menangis. Akhirnya, pembantu Nasrani itu masuk
Islam sehingga ia menambah barisan kaum Muslim. Ia adalah seorang yang menjadi
Muslim ketika Rasulullah saw berhijrah ke Tha'if. Inilah harga yang harus
dibayar Rasulullah saw sclania dua minggu saat beliau berada di Tha'if, dan
kemudian bcliau terkena cobaan dengan mengucurnya darah dari kaki beliau akibat
lemparan batu penghuni Tha'if.
Kemudian
Rasulullah saw kcmbali ke Mekah beliau kembali dalam keadaan ditolak oleh
pcnduduk Tha'if dan kini beliau kembali menerima penolakan itu di Mekah.
Meskipun demikian, beliau merasakan kesedihan yang mendalam melihat sikap
kaumnya. Namun ketika kebencian semakin deras mengalir kepada beliau, hati
beliau justru semakin bersemangat dan semakin dipenuhi dengan rahmat kemudian
datanglah kepada Nabi masa di mana tampak di dalamnya Islam asing, dan tampak
di dalamnya Nabi seorang diri, tanpa penolong.
Pada
saat demikian ini ketika manusia mulai meninggalkan Rasulullah saw lalu langit
turut campur dan terjadilah peristiwa besar dan mukjizat terbesar pada diri
Nabi, yaitu Isra' dan Mi'raj. Ia adalah mukjizat yang tidak berhubungan dengan
dakwah Islam; ia tidak datang untuk memperkuat dakwah ini atau menetapkannya
tetapi ia datang semata-mata untuk memperkuat keteguhan Nabi dan sebagai
penghormatan kepadanya. Seakan-akan Allah SWT ingin berkata kepada Nabi, jika
saja penduduk bumi tidak memujimu, maka penduduk langit mengenal kedudukanmu
dan memberikan pujian yang layak kepadamu dan jika manusia menolak dakwahmu dan
menolak keberadaanmu, maka sesungguhnya Allah SWT memilihmu dan memuliakanmu.
Untuk
melihat tanda-tanda kebesaran-Nya, munculnya mukjizat Isra' dan Mi'raj dalam
sejarah para nabi sebagai mukjizat satu-satunya yang tiada tandingannya
dibandingkan dengan kisah nabi yang lain. Kita mengetahui bahwa di deretan para
nabi ada nabi-nabi yang dinamakan oleh Allah SWT sebagai para kekasih-Nya dan
sebagai para pendamping-Nya, seperti Nabi Ibrahim. Kita juga melihat bahwa di
antara para nabi ada seseorang yang diajak bicara oleh Allah SWT tanpa
perantara, seperti Nabi Musa. Kita juga melihat di antara para nabi ada yang
didukung oleh Allah SWT dengan ruhul kudus, seperti Nabi Isa. Tetapi untuk
pertama kalinya kita berada di hadapan seorang nabi yang diajak dan dipanggil
oleh Allah SWT untuk menuju ke sisi-Nya.
Beliau
naik bersama Jibril dengan jasadnya dan ruhaninya sehingga Jibril berdiri di
suatu tempat dan Nabi maju sendirian. Itu adalah tingkat dari tingkat
kehormatan di mana pena terasa keluh untuk mengungkapkannya dan sejarawan tidak
dapat menulis apa yang terjadi saat itu. Kita telah melihat dalam kisah para
nabi seorang nabi yang meminta kepada Tuhannya agar memperlihatkan kepadanya
bagaimana Dia menghidupkan orang-orang yang mati. Allah SWT bertanya kepadanya,
apakah ia belum beriman akan hal itu? Ibrahim menjawab: Bahwa ia beriman tetapi
ia ingin menenangkan hatinya.
Kita
juga melihat dalam kisah para nabi seorang nabi yang cintanya kepada Allah SWT
memancar dalam kalbunya sehingga ia meminta:
"Ya
Tuhanku, nampakkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada
Engkau". (QS. al-A'raf: 143)
Namun
Allah SWT menjawab kepada Musa tentang kemustahilan melihat Allah SWT atas
manusia. Nabi Musa memahami bahwa makhluk manapun tidak akan mampu menahan
beban penampakan dari Zat sang Pencipta.
........BERSAMBUNG.......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar